Jumat, 29 Januari 2016

TESIS PONDOK PESANTREN

TESIS PONDOK PESANTREN

PP.WALINDO PEKALONGAN

FENOMENA PONDOK PESANTREN WALINDO
KABUPATEN PEKALONGAN JAWA TENGAH

PROPOSAL TESIS



Oleh :
M. FIRMAN FATONI
NIRM: 013.04.12.3091


















PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI
2015


A.  Konteks penelitian
Pesantren yang tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun lalu, masih eksis dan dibutuhkan kehadirannya di tengah- tengah masyarakat Muslim Indonesia. Namun eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia, mendapat berbagai tantangan dan rintangan. Mulai pada masa kolonial Belanda, masa kemerdekaan,  masa  Orde Baru  hingga  masa  sekarang. Pesantren  mendapat  tekanan  yang tidak ringan; seperti marginalisasi peran pesantren, penciptaan stigma jelek, dan perluasan pendidikan sekuler. Selain  dari  sistem  pendidikan  Belanda, stigma jelek model pendidikan pesantren datang  dari  eksponen tokoh sekuler pendidikan Indonesia yang memberikan stigma jelek terhadap pesantren, dan menginginkan agar pesantren dihapuskan sebagai bagian dari pendidikan Nasional.
Pesantren melakukan langkah-langkah penyesuaian yang diyakini akan   memberikan   manfaat   bagi   kaum   santri,   dan   mendukung   keberlangsungan   dan kebertahanan   pesantren,   seperti   sistem   penjenjangan   (klasikal), manajemen yang lebih tertata   dan   kurikulum   yang terencana, jelas dan teratur.
Pesantren Walindo yang berdiri lebih kurang tahun 1990 M  adalah lembaga pendidikan Islam yang sejak awal berdirinya hingga sekarang tetap mempertahankan sistem tradisional. Pesantren yang didirikan oleh K.H.Al-Fardany, seorang kyai kharismatik dan sangat disegani oleh habaib, ulama’ dan kyai  di Pekalongan dan sekitarnya, namun tetap bersahaja dan tawadlu’.

Tidak mengadopsi sistem pendidikan modern bukan berarti lembaga pendidikan ini tidak diminati, malah sebaliknya sangat banyak orang tua muslim yang mempercayakan kepada pesantren ini untuk mendidik putra mereka. Ratusan orang menjadi santri di sana.
Manajemen dalam pesantren juga sangat menakjubkan. Dengan tanpa menarik biaya kepada seluruh santrinya, pesantren Walindo ini masih tetap konsisten dan eksis dalam mendidik serta membimbing seluruh santrinya supaya berilmu dan berakhlakul karimah. Berbagai macam upaya dan daya dilakukan oleh pengasuh pesantren agar bisa mengelola pendidikan seluruh santri yang selalu di upayakan setara dalam kurikulum, pengajar dan output dengan pesantren-pesantren salaf di Indonesia yang telah teruji kemampuannya.
Meskipun tanpa menarik biaya kepada santri, pendidikan akhlak, ilmu agama tetap di ajarkan dengan kurikulum yang standar dengan pesantren lirboyo dan al-falah ploso Kediri. pesantren walindo juga menyediakan pendidikan wirausaha , diantaranya peternakan sapi perah dan wirausaha yang lain.
Dari uraian tersebut di atas, maka keberadan manajemen pondok pesantren Walindo sangatlah unik untuk diteliti, agar bisa dijadikan sebagai suatu acuan dalam menjalankan segala lembaga pendidikan yang berkembang dengan baik walaupun dengan sedikit biaya.
Begitu menariknya manajemen pengelolaan pondok pesantren Walindo ini, maka muncullah inspirasi dari penyusun untuk membuat tesis ini dengan judul “ FENOMENA PONDOK PESANTREN WALINDO KABUPATEN PEKALONGAN JAWA TENGAH
B.  Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka permasalahan pokok yang menjadi fokus penelitian ini adalah:
1.    Bagaimanakah sejarah keberdirian pondok pesantren Walindo ?
2.    Bagaimanakah praktek manajemen di pondok pesantren walindo dalam pengelolaan pembelajaran yang tidak memungut biaya dari para santrinya ?
C.  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan secara terperinci antara lain, untuk :
1.    Mengetahui sejarah keberdirian pondok pesantren Walindo ?
2.    Mengetahui praktek manajemen di pondok pesantren walindo dalam pengelolaan pembelajaran yang tidak memungut biaya dari para santrinya ?
D.  Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan kegunaan, diantaranya:
1.    Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih pemikiran atau input yang dapat memperkaya informasi dalam rangka meningkatkan kualitas manajemen dalam lembaga pendidikan, khususnya dalam pondok pesantren.
2.    Secara praktis penelitian ini berguna sebagai paparan yang mendiskripsikan manajemen pondok pesantren yang berkualitas dengan tanpa memungut biaya dari para santri.
3.    Diharapkan dapat berguna bagi kepentingan umum dalam mengelola lembaga pendidikan untuk mencapai akhlakul karimah.
E.  Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, definisi operasional yang dapat kami jelaskan dari fenomena adalah segala sesuatu yang hadir dalam kesadaran manusia dalam melihat, memahami pondok pesantren Walindo.
Pesantren dalam hal ini adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari seperti halnya di pondok pesantren Walindo.[1]
F.   Kajian Pustaka
1.    Pengertian Sistem Manajemen Pesantren
Sebelum membahas apa itu manajemen pesantren maka kita harus tahu dahulu apa itu sistem  manajemen dan apa itu pesantren. Sistem adalah perangkat elemen-elemen yang saling berhubungan dan manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu management artinya yang dikembangkan dari kata to manage, yang artinya mengatur atau mengelola. Kata manage itu sendiri berasal dari Italia Maneggio yang diadopsi dari bahasa latin managiare, yang berasal dari kata manus yang artinya tangan. Dalam bahasa Arab berasal dari nazhoma atau idarah artinya yang menata beberapa hal dan mengabungkan beberapa antara satu dengan yang lain.
Ramayulis[2] menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan)
Sedangkan secara terminologis manajemen menurut yang dikutip oleh Made Pidarta terbagi kepada manajemen sebagai peranan dan manajemen sebagai tugas, hal ini memberi jalan untuk membedakan kedua istilah itu. Manajemen sebagai tugas ialah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen sementara itu salah satu manajemen sebagai peranann disebutkan peranan administrasi eksekutif. Menurut para ahli dikemukakan yang pertama manajemen adalah mengelola orang-orang, yang kedua adalah pengambilan keputusan, yang ketiga adalah pengorganisasian dan pemanfaatan sumber-sumber untuk menyesuaikan tujuan yang telah ditentukan.
Jadi Sistem pondok pesantren adalah sarana yang bertugas sebagai perangkat organisasi yang diciptakan untuk diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam pondok pesantren.
Dalam manajemen pondok pesantren Walindo lebih mengedepankan akhlakul karimah, seperti halnya sabda rosululloh saw.
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق . رواه البيهقي    
Artinya : Bahwasanya saya diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak.
Sudah menjadi common sense bahwa pesantren lekat dengan figur kyai. Kyai dalam pesantren merupakan figure pesantren sentral, otoritatif  dan kiai pengasuh pesantren adalah pimpinan tertinggi sebagai tokoh kunci pesantren[3]. Hal ini erat kaitanya denggan dua faktor : Pertama, kepemimpinan yang tersentralisasi pada individu yang bersandar pada karisma serta hubungan yang bersifat patemalistik. Kebanyakan pesantren menganut pola mono manjemen dan mono administrasi sehingga tidak ada delegasi kewenanggan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi. Kedua, kepemilikan pesantren bersifat individual atau keluarga bukan komunal. Otoritas individu kyai sebagai pendiri skaligus pengasuh pesantren sanggat besar dan tidak bisa di ganggu gugat. Faktor nasab atau keturnan juga kuat sehingga kyai bisa mewariskan kepemimpinan pesantren kepada anak ( istilahnya putra mahkota) yang di percaya pada komponen pesantren yang berani memprotes. Sistem seperti ini kerap kali menggundang sindiran bahwa pesantren seperti kerajaan kecil.
Sejalan dengan penyelenggaraan pendidikan formal beberapa pesantren menggalami penggembanggan pada aspek manajemen, organisasi, dan atministrasi penggelolan keuanggan.Perkembanggan ini dimulai dari perubahan gaya kepemimpinan pesantren dari karismatik kerasionalostik, dari otoriter paternalistic ke diplomatik partisipatif. Sebagai contoh kasus kedudukan dewan kyai di pesantren tebu ireng menjadi salah satu unit kerja kesatuan administrasi penggelolaan penyelenggaraan pesantren sehingga pusat kekuasaan sedikit terdistribusi di kalangan elite pesantren dan tidak terlalu terpusat pada kyai. Seperti yang tertuang dalam al-Qur’an surat al-An’am ayat 38 :
$tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# Ÿwur 9ŽÈµ¯»sÛ çŽÏÜtƒ Ïmøym$oYpg¿2 HwÎ) íNtBé& Nä3ä9$sVøBr& 4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u šcrçŽ|³øtä ÇÌÑÈ  
Artinya : dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[4], kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
Beberapa pesantren sudah membentuk badan pengurus harian sebagai lembaga payung yang khusus mengelola dan menangani kegiatan-kegiatan pesantren misalnya pendidikan formal, diniyah, pengajian majelis ta’lim, sampai pada masalah penginapan (asrama santri), kerumah tanggaan, kehumasan. Pada tipe pesantren ini pembagian kerja antar unit sudah perjalan denggan baik, meskipun tetap saja kyai memiliki pengaruh yang kuat.
Sayangnya perkembangan tersebut tidak merata di semua pesantren. Secara umum pesantren masih menghadapi kendala serius menyangkut ketersediaan sumber daya manusia profesional dan penerapan manajemen yang umumnya masih konvensional, misalnya tiadanya pemisahan yang jelas antara yayasan, pimpinan madrasah, guru dan staf atministrasi, tidak adanya transparasi pengelolaan sumber-sumber keuangan belum terdistribusinya pengelolaan pendidikan, dan banyaknya penyelenggaraan administrasi yang tidak sesuai aturan baku organisasi. Kyai masih merupakaan figure sentral dan penentu kebijakan pendidikan pesantren.
Rekuitmen ustadz atau guru, penggembangan akademik, reward sistem, bobot kerja juga tidak berdasarkan aturan yang berlaku.penyelenggaraan pendidikan sering kali tanpa perencanaan. Berapa banyak pesantren yang memiliki rencana induk pengembangan (RIP), dan statutnya misalnya sebagai pedoman penggelolaan pendidikan.
Kerumitan dan permasalahan ini menyebapkan antara normativitas dan kondisi opyektif pesantren ada kesenjangan termasuk dalam penerapan teori manajemen pendidikan. Semata-mata berpegang pda normativitas dengan mengabaikan kondisi obyektif yang terjadi di pesantren adalah tindakan kurang bujaksana, kalau tidak dikatakan gagal memahami pesantren. Akan tetapi membiarkan kondisi itu berjalan terus tanpa ada pembenahan juga tidak arif.  Penerapan manajemen pendidikan tidak hanya di tetapkan tanpa mempertimbangkan atau mengakomodasi keadan yng riil di pesantren. Harus ada toleransi dalam menyikapi kesenjangan itu secara wajar tanpa menggundang konflik.
2.    Kombinasi Idealisme dan Profesionalisme Pesantren
Pondok pesantren seringkali menerapkan pola manajemen yang berorientasi pada penanaman jiwa ketulusan, keiklasan, kesukarelaan yang biasa di kenal dengan istilah “lillahi ta’ala”.  Konsep tersebut menjiwai hamper semua aktifitas pada pondok pesantren namun konsep tersebut pada masalalu banyak memiliki kelemahan karena tidak diimbanggi dengan kemampuan manajemen modern tampak kurang beraturan dan kurang efisien.
Konsep pengembangan manajemen pondok pesantren harus lebih akomodatif terhadap perubahan yang serba cepat dalam era global saat ini. Oleh karena itu idealisme”lillahi ta’ala” tersebut harus dilapisi dengan profesionalisme yang memadai, sehingga dapat menghasilkan kombinasi yang ideal dan utuh yaitu  idealism-profesionalisme. Dengan kombinasi konsep manajemen yang ideal tersebut diharapkan akan tetap dapat mempertahankan eksistensi pondok pesantren di satu sisi, serta dapat menigkatkan daya kompetitif pesantren dalam era global di sisi lainya. Kombinasi tersebut dapat menghasilkan konsep manajemen pondok pesantren denggan karakteristik baru yang ideal. Selain itu juga dapat disebut sebagai Manajemen Berbasis Pondok Pesantren (MBPP). Dengan MPBB baru tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan karakteristik pondok pesantren yang efektif.
Karakteristik MBPP baru tersebut dapat dianalisis dengan pendekatan system yaitu dari segi imput-proses-output. Hal itu didasari atas pemikiran bahwa pondok pesantren merupakan suatu sistem sehingga menguraikan karakteristik MBPP juga didasarkan pada proses output yang dapat menunjang perkembangan pondok pesantren secara keseluruhan.  Dimana karakteristik tersebut ditandai dengan adanya pondok pesantren yang didasarkan pada input maupun ouput yang ada.
a.    Output yang diharapkan
Output pondok pesantren harus memiliki prestasi pondok pesantren yang dihasilkan oleh proses pendidikan dan pembelajaran serta manajemen di pondok pesantren.
Output pondok pesantren dikelompokan menjadi empat macam:
1)   Output berupa prestasi pengetahuan akademik keagamaan.
2)   Output berupa prestasi penggetahuan akademik umum.
3)   Output berupa prestasi keterampilan  atau kecakapan hidup.
4)   Output berupa prestasi dalam bidang non akademik.
b.    Input pondok pesantren
Karakteristik dari pondok pesantren yang efektif diantaranya adalah memiliki input dengan karakteristik sebagai berikut.
1)        Adanya kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas.
2)        Sumber daya tersrdia dan siap.
3)        Staf yang kopeten, berdedikasi tinggi dan berakhlakul karimah.
4)        Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
5)        Fokus pada pelanggan khususnya para santri.
6)        Adanya imput manajemen yang memadai untuk menjalankan roda pondok pesantren.
3.    Pengelolaan  Sistem dalam Pendidikan Pesantren
Permasalahan seputar pengelolaan model pendidikan pondok pesantren dalam hubunganya dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human resource) merupakaan berita aktual dalam arus perbincanggan kepesantrenan kontemporer karena pesantren dewasa ini dinilai kurang mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya namun meskipun demikian setidaknya terdapat dua potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu:
a.    Potensi pendidikan.
b.    Pengembangan masyarakat.
Terkait dengan sistem pengelolaan pondok pesantren dalam interaksinya dengan perubahan sosial akibat modernisasi ataupun globalisasi, kalangan internal pesantren sendiri sudah mulai melakukan pembenahan salah satu bentuknya adalah pengelolaan pondok pesantren formal sekolahan mulai tingkat SD, sampai perguruan tinggi, di lingkungan pesantren dengan menawarkan perpaduan kurikulum keagamaan dan umum serta perangkat keterampilan yang dirancang secara systematic dan itegralistik.
Tawaran berbagai pendidikan mulai dari SD unggulan, Madrsah Aliyah Program Khusus (MAPK), SMP, dan SMA plus yang dikembangkan pesantren pun cukup kompetitif dalam menarik minat masyarakat. Sebab ada semacam jaminan keunggulan out put yang siap bersaing dalam kehidupan sosial. Dan pesantren dengan segala keunikan yang dimilikinya masih sangat diharapkan menjadi penopong berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia yang ditandai banyak sekarang pesantren yang ada pendidikannya berupa formal dan tentunya non formal juga.
Ada pula sebagian pesantren yang memperbaharui sistem pendidikanya dengan menciptakan model pendidikan modern yang tidak lain terpaku pada sistem pengajaran klasik (wetonan,bandongan) dan materi kitab-kitab kuning. Tetapi semua sistem pendidikan mulai dari teknik pengajaran, materi pelajaran, sarana dan prasarananya didesain berdasarkan sistem pendidikan modern. Modifikasi pendidikan pesantren semacam ini telah di eksperimentasikan oleh beberapa pondok pesantren seperti Pondok queen Ploso Kediri, Al-mahrusiyah Lirboyo Kediri, Al-Amien Ngasinan Rejomulyo Kediri, pesantren Darun Najah (Jakarta), dan pesantren al-Amin (Madura).
Sementara itu tidak semua pesantren melakukan pengembangan sistem pendidikannya dengan cara memperluas cangkupan wilayah garapan, masih banyak pesantren yang masih mempertahankan sistem pendidikan tradisional dan konvensional denggan membatasi diri pada pengajaran kitab-kitab klasik dan pembinaan moral keagamaan semata.
Pesantren model pure klasik atau salafi ini memang unggul dalam melahirkan santri yang memiliki kesalehan, kemandirian, dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu ke-Islaman. Kelemahanya, out put pendidikan pure salaf kurang kompetitif dalam percaturan persaingan kehidupan modern. Padahal tuntutan kehidupan global menghendaki kualitas sumberdaya manusia terdidik dan keahlian di dalam bidangnya. Realitas out put pesantren yang memiliki sumber daya manusia kurang kompetotif inilah yang kerap menjadikannya termaginalisasi dan kalah bersaing dengan out put pendidikan formal baik agama maupun umum.
Salah satu bagian terpenting dalam manajemen pesantren adalah berkaitan denggan pengelolaan keuanggan pesantren. Dalam pengelolaan keuangan akan menimbulkan permasalahan yang serius apabila pengelolaanya tidak baik. Pengelolaan keuangan pesantren yang baik sebenarnya merupakan upaya melindungi personil pengelolaan pesantren (kyai, pengasuh, ustadz, atau pengelola pesantren lainya) dari pandangan yang kurang baik dari luar pesantren. Selama ini banyak pesantren yang tidak memisahkan antara harta kekayaan pesantren denggan harta milik individu, walaupun disadari bahwa pembiayaan pesantren justru lebih banyak bersumber dari kekayaan individu. Namun dalam rangka pelaksanaan manajemen yang baik sebaiknya diadakan pemilahan antara harta kekayaaan pesantren dengan harta milik individu, agar kelemahan dan kekurangan pesantren dapat diketahui secara transparan oleh pihak-pihak lain, termasuk orang tua santri.
Pengertian pengelolaan keuangan sendiri adalah pengurusan dan pertanggung jawaban suatu lembaga terhadap penyandang dana baik individual maupun lembaga. Dalam penyusunan anggaran memuat pembagian penerimaan dan pengeluaran anggaran rutin dan anggaran pembanggunan serta anggaran incidental jika perlu.
Prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan sebagai berikut:
a.    Hemat tidak mewah, efisien, dan sesuai denggan kebutuhan
b.    Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana dan program
c.    Terbuka dan transparan
d.   Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/hasil produksi dalam negeri sejauh hal ini di mungkinkan
Pesantren perlu dibentuk organisasi orang tua santri dengan membentuk komite pesantren yang dapat memberikan pertimbanggan dan membantu menggontrol kebijakan program pesantren termasuk penggaliaan dan penggunaan keuanggan pesantren.
Selanjutnya pihak pesantren bersama komite pesantren pada setiap tahun anggaran perlu bersama-sama merumuskan rencana anggaran pendapatan dan belanja pesantren (RAPBP) sebagai acuan bagi penggelola pesantren melaksanakan menejemen keuanggan yang baik hal-hal yang perlu di muat dalam RAPBP antara lain:
a.    Rencana sumber pendapatan dalam satu tahun yang bersangkutan, meliputi:
1)   Konstribusi santri.
2)   Sumbanggan dari individu dan organisasi.
3)   Sumbanggan dari pemerintah bila ada.
4)   Dari hasil usaha.
b.    Rencana dalam satu tahun yang bersangkutan
Semua penggunaan uang pesantren dalam satu tahun anggaran perlu di rencanakan dengan baik agar kehidupan pesantren dapat berjalan dengan baik. Penggunaan uang pesantren tersebut menyangkut seluruh pengeluaran yang berkaitan denggan kebutuhan penggelolaan pesantren, temasuk dana operasional harian, penggembangan sarana dan prasarana pesantren, infaq semua petugas pesantren, dana kerja sama, dan bahkan dana praktis lain-lainya perlu di rencanakan denggan baik.
Berkaitan denggan penggelolaan keuanggan ada hal-hal yang perlu di perhatikan oleh bendaharawan pesantren diantaranya:
a.    Pada setiap akhir tahun anggaran bendaharawan harus membuat laporan keunggan kepada komite pesantren untuk di cocokan dengan RAPBP.
b.    Laporan keuanggan harus di lampiri bukti-bukti penggeluaran yang ada, termasuk bukti penyetoran pajak (PPN dan PPh) bila ada.
c.    Kwitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti penerimaan honorarium atau bantuan atau bukti pengeluaran yang lain yang sah.
d.   Neraca keuangan juga harus di tunjukan untuk di periksa oleh tim bertanggung jawaban keuanggan dari komite pesantren
Selain buku neraca keuanggan yang erat hubunganya dengan pengelolaan keuangan ada juga beberapa buku lain yang juga penting bagi bendaharawan pesantren:
a.    Buku kas umum
b.    Buku persekot atau uang muka
c.    Daftar potongan-potongan
d.   Daftar gaji
e.    Buku tabungan
f.       Buku iuran
g.    Buku catatan lain yang tidak termasuk diatas, seperti catatan pengeluaran incidental.
Pesantren sebagai lembaga yang semestinya menjaga akuntabilitas publik selayaknya jika mulai memperbaiki manajemen atau pengelolaan keuangan secara baik dan bertanggung jawab.
G. Metode Penelitian
1.    Pendekatan  dan Jenis Penelitian
a.    Pendekatan  Penelitian
Pendekatan penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah:
a.    Menyusun data yang ada relevansinya dengan permasalahan di atas.
b.    Mendeskrisikan sejarah dan manajemen pondok pesantren Walindo Kabupaten Pekalongan.
b.   Jenis Penelitian
Bertitik tolak dari  pemikiran dan permasalahan di atas, karena data yang dikumpulkan lebih banyak bersifat kualitatif, maka metode penelitian yang dipilih adalah metode penelitian kualitatif, yakni strategi dan teknik penelitian yang digunakan untuk memahami masyarakat, masalah atau gejala dalam masyarakat dengan mengumpulkan sebanyak mungkin fakta mendalam, data disajikan dalam bentuk verbal, bukan dalam bentuk angka. Metode penelitian kualitatif ini dibedakan dengan metode penelitian kuantitatif dalam arti metode penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka atau metode statistik.
Dari jenisnya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian kasus, yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu yang dalam hal ini adalah pondok pesantren Walindo Kabupaten Pekalongan.
2.    Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Walindo yang beralamat di desa Boyo teluk kabupaten Pekalongan.
  1. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti di Pondok Pesantren Walindo yang beralamat di desa Boyo teluk kabupaten Pekalongan sangat diperlukan untuk mengetahui fakta yang terdapat dalam aktifitas Pondok Pesantren Walindo yang beralamat di desa Booyoteluk kabupaten Pekalongan.
4.    Sumber Data
a.    Metode Pengumpulan Data
Peneliti dalam penelitian yang berjudul Fenomena Pondok Pesantren Walindo Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah ” berupaya mengumpulkan data, dengan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1)   Observasi.
Menurut Riyanto (2001: 96) observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek penelitian. Observasi dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini, penulis mengamati secara langsung aktivitas santri putra dan putri pondok pesantren Walindo Kabupaten Pekalongan serta pendidik, pengurus dan pengasuh pondok dalam proses kegiatan belajar mengajar serta mengobservasi lingkungan sekitar yang mendukung atau yang tidak mendukung. Dengan metode observasi ini akan diketahui kondisi riil yang terjadi di lapangan dan dengan menggunakan metode observasi ini diharapkan mampu menangkap gejala terhadap suatu kenyataan (fenomena) sebanyak mungkin mengenai apa yang akan diteliti.
Adapun data yang diperoleh melalui observasi adalah tentang bagaimana sejarah berdirinya pondok dan manajemen yang ada dalam pondok.
2)   Wawancara.
Supaya lebih mengenal serta tahu lebih mendalam guna memenuhi data, penulis melakukan wawancara, yakni melakukan interview selama observasi kepada orang-orang yang bersangkutan dengan berstuktur dan tidak berstruktur. Dalam hal ini penulis berwawancara dengan pengasuh pondok, pengurus, pengajar, para santri dan orang-orang yang terkait di dalamnya.
Adapun hal–hal yang diajukan dalam wawancara tersebut adalah hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan aktifitas yang ada dalam pondok.
3)   Dokumentasi.
Yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan sebagainya . Dalam hal ini penulis mengumpulkan data tentang kondisi secara umum  dan kegiatan tentang pondok pesantren Walindo Kabupaten Pekalongan
b.    Teknik Analisis Data.
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis karena berupaya mengungkapkan data-data atau gejala-gejala yang berkaitan dengan sejarah dan manajemen pondok pesantren Walindo kabupaten Pekalongan.
Analisis data kualitatif menurut Miles dan Hubermen dilakukan secara interaktif melalui proses reduction, data display, dan verification . Menurut Miles dan Hubermen dalam Harun Rasyid, langkah-langkah yang dimaksud sebagai berikut:
1)   Reduksi data.
Miles dan Hubermen mengemukakan bahwa reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Mereduksi data bisa berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Setelah data penelitian yang diperoleh di lapangan terkumpul, proses reduksi data terus dilakukan dengan cara memisahkan catatan antara data yang sesuai dengan data yang tidak, berarti data itu dipilih-pilih.
Data yang sudah dipilih adalah data dari hasil pengumpulan data lewat metode observasi, metode wawancara dan metode dokumenter. Seperti data hasil observasi mulai pengelolaan asrama santri. Semua data itu dipilih sesuai dengan permasalahan dalam  penelitian. Data hasil wawancara di lapangan juga dipilih mana data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian seperti wawancara mengenai sejarah berdirinya pondok. Semua data wawancara itu dipilih yang sangat mendekati dengan permasalahan penelitian.
2)   Display data.
Menurut Miles dan Huberman dalam Imam Suparyogo dan Tobroni mengemukakan bahwa yang dimaksud penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Peneliti melakukan display data dalam penelitian ini dengan penyajian data melalui ringkasan-ringkasan penting dari data yang telah direduksi. Data yang terpilih kemudian disajikan oleh peneliti.
Data dalam penelitian ini adalah seajarah dan manajemen pondok pesantren Walindo kabupaten Pekalongan, yang meliputi manajemen keuangan dan pendidikan yang ada dalam pondok.
3)   Verifikasi data dan penarikan kesimpulan.
Menurut Miles dan Huberman dalam Harun Rasyid (2000: 71) mengungkapkan bahwa verifikasi data dan penarikan kesimpulan yaitu upaya untuk mengartikan data yang ditampilkan dengan melibatkan pemahaman peneliti. Kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Data yang didapat merupakan kesimpulan dari berbagai proses dalam penelitian kualitatif, seperti pengumpulan data yang kemudian dipilih data yang sesuai, kemudian disajikan yang dilanjutkan dengan memberikan kesimpulan sehingga dihasilkan suatu penemuan baru dalam penelitian yakni berupa deskripsi atau gambaran tentang sejarah berdirinya pondok dan manajemen yang ada di dalamnya, yang sebelumnya masih kurang jelas tergambarkan.
H.  Sistematika penulisan
Sistematika penulisan  dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Bab pertama, Pendahuluan. Pada bagian ini dibahas tentang  latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat  penelitian, definisi operasional, kajian pustaka, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
Bab kedua,  berisi tentang Sejarah dan manajemen pondok pesantren Walindo.
Bab ketiga, menguraikan penelitian tentang Jenis penelitian, lokasi dan waktupenelitian, sumber data, metode pengumpulan dan analisis data.
 keempat, berisi hasil penelitian dan pembahasan, yang meliputi sejarah dan manajemen pondok pesantren Walindo.
Bab kelima, penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari keseluruhan hasil penelitian. Bab ini diakhiri dengan saran-saran dan penutup.

DAFTAR PUSTAKA
-----------------, 1992, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Semarang: Asy-Syifa'.
-------------, Panduan Penulisan dan Tata Cara Penyelenggaraan Ujian Proposal Tesis dan Tesis. Kediri:, 2014.
Abdullah, Yatimin, 2006, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah.
Ali Anwar., Pembaruan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri, Kediri : IAIT Press, 2008.
Arief, Armai, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta : Ciputat Press.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
 AW. Widjaya, Perencanaan sebagai Fungsi Manajemmen, Jakarta PT Bina Aksara,: 1987
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2006.
Dhofier, Zamakhsyari, 1982, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES.
Djumransjah Indar, Perencanaan Pendidikan (Strategi dan Implementasinya), Surabaya, Karya Abditama,: 1995.
Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, Surabaya, CV. Haji Mas Agung,: 1997
Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, Jakarta, PT Gunung Agung,: 1983
Imam Suprayogo, Revormulasi Visi Pendidikan Islam, STAIN Press, 1994.
Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur'an, Jakarta, Pustaka al-Husna,: 1983.
Jawahir Thantowi, UnsurManajemen menurut Ajaran Al-Qur’an , Jakarta ,Al-Husna,: 1983.
Jeanne H. Ballantine, Sociology of educational, Wrigh State University Prentice Hall Englewood Cleff Nj,
Made Sidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta ,PT. Bina Aksara,:1999.
Malik Fadjar, A, 1999, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Fajar Dunia
Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan pesantren, suatu kajian tentang unsur dan nilai sistem pendidikan pesantren,  Jakarta,: INIS, 1994, hal. 55.
Madjid, Nurcholis, 1997, Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Penerbit Paramadina.
Maksum,1999, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Malayu Sibuan, Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah, Jakarta ,CV. Haji Mas Gus,: 1989
Masyhud, Sulthon, dkk., 2003, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka dan Depag RI.
M. Bukhari, DKK, Azas-Azas Manajemen, Yogyakarta , Aditya Media,: 2005
Piet A. Sahertian, Dimensi Administrasi Pendidikan , Surabaya, Usaha Nasional,: 1994.
Sulthon, Khusnuridlo, Moh., Manajemen Pondok Pesantren dalam Perspektif Global, Yogyakarta: LaksBang, 2006.
Sulstyorini., Manajemen Pendidikan Islam , Surabaya : Lembaga Kajian Agama dan Filsafat (eLKAF), 2006
Sondang P. Siagian, Sistem Informasi untuk Mengambil Keputusan, Jakarta, Gunung Agung,: 1997.
ST Vembriarto, Pengantar Perencanaan Pendidikan (Educational Planning), Yogyakarta ,Andi Offset, : 1988
Yasmadi.,Modernisas Pesantren,Kritikan Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional,Jakarta : Ciputat Press, 2012


[1] Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan pesantren, suatu kajian tentang unsur dan nilai sistem pendidikan pesantren,  Jakarta,: INIS, 1994, hal. 55.
[2] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta,: Kalam Mulia, 2010, hal. 362
[3] Ibid, hlm. 145
[4] Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.