TESIS PONDOK PESANTREN
PP.WALINDO PEKALONGAN
FENOMENA PONDOK PESANTREN WALINDO
KABUPATEN PEKALONGAN JAWA TENGAH
PROPOSAL TESIS
Oleh :
M. FIRMAN FATONI
NIRM: 013.04.12.3091
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI
2015
A.
Konteks penelitian
Pesantren
yang tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun lalu, masih eksis dan dibutuhkan
kehadirannya di tengah- tengah masyarakat Muslim Indonesia. Namun eksistensi
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia, mendapat berbagai
tantangan dan rintangan. Mulai pada masa kolonial Belanda, masa
kemerdekaan, masa Orde Baru
hingga masa sekarang. Pesantren mendapat
tekanan yang tidak ringan;
seperti marginalisasi peran pesantren, penciptaan stigma jelek, dan perluasan
pendidikan sekuler. Selain dari sistem
pendidikan Belanda, stigma jelek
model pendidikan pesantren datang
dari eksponen tokoh sekuler
pendidikan Indonesia yang memberikan stigma jelek terhadap pesantren, dan
menginginkan agar pesantren dihapuskan sebagai bagian dari pendidikan Nasional.
Pesantren melakukan langkah-langkah penyesuaian yang diyakini akan memberikan
manfaat bagi kaum
santri, dan mendukung
keberlangsungan dan kebertahanan pesantren,
seperti sistem penjenjangan (klasikal), manajemen yang lebih
tertata dan kurikulum
yang terencana, jelas dan teratur.
Pesantren Walindo yang berdiri lebih kurang tahun 1990 M adalah lembaga pendidikan Islam yang sejak
awal berdirinya hingga sekarang tetap mempertahankan sistem tradisional. Pesantren
yang didirikan oleh K.H.Al-Fardany, seorang kyai kharismatik dan sangat
disegani oleh habaib, ulama’ dan kyai di
Pekalongan dan sekitarnya, namun tetap bersahaja dan tawadlu’.
Tidak
mengadopsi sistem pendidikan modern bukan berarti lembaga pendidikan ini tidak
diminati, malah sebaliknya sangat banyak orang tua muslim yang mempercayakan
kepada pesantren ini untuk mendidik putra mereka. Ratusan orang menjadi santri
di sana.
Manajemen dalam pesantren juga sangat menakjubkan. Dengan tanpa menarik
biaya kepada seluruh santrinya, pesantren Walindo ini masih tetap konsisten dan
eksis dalam mendidik serta membimbing seluruh santrinya supaya berilmu dan
berakhlakul karimah. Berbagai macam upaya dan daya dilakukan oleh pengasuh
pesantren agar bisa mengelola pendidikan seluruh santri yang selalu di upayakan
setara dalam kurikulum, pengajar dan output dengan pesantren-pesantren
salaf di Indonesia yang telah teruji kemampuannya.
Meskipun tanpa menarik biaya kepada santri, pendidikan akhlak, ilmu agama
tetap di ajarkan dengan kurikulum yang standar dengan pesantren lirboyo dan
al-falah ploso Kediri. pesantren walindo juga menyediakan pendidikan wirausaha ,
diantaranya peternakan sapi perah dan wirausaha yang lain.
Dari uraian tersebut di atas, maka keberadan manajemen pondok pesantren
Walindo sangatlah unik untuk diteliti, agar bisa dijadikan sebagai suatu acuan dalam
menjalankan segala lembaga pendidikan yang berkembang dengan baik walaupun dengan
sedikit biaya.
Begitu menariknya manajemen pengelolaan pondok pesantren Walindo ini, maka
muncullah inspirasi dari penyusun untuk membuat tesis ini dengan judul “ FENOMENA PONDOK PESANTREN WALINDO KABUPATEN
PEKALONGAN JAWA TENGAH ”
B.
Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di
atas, maka permasalahan pokok yang menjadi fokus penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah sejarah keberdirian pondok pesantren Walindo ?
2. Bagaimanakah
praktek manajemen di pondok pesantren walindo dalam pengelolaan pembelajaran
yang tidak memungut biaya dari para santrinya ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan secara
terperinci antara lain, untuk :
1. Mengetahui sejarah keberdirian pondok
pesantren Walindo ?
2. Mengetahui praktek manajemen di pondok pesantren walindo dalam
pengelolaan pembelajaran yang tidak memungut biaya dari para santrinya ?
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan
kegunaan, diantaranya:
1. Secara teoritis,
hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih
pemikiran atau input yang dapat memperkaya informasi dalam rangka meningkatkan kualitas
manajemen dalam lembaga pendidikan, khususnya dalam pondok pesantren.
2. Secara
praktis penelitian ini berguna sebagai paparan yang mendiskripsikan manajemen
pondok pesantren yang berkualitas dengan tanpa memungut biaya dari para santri.
3. Diharapkan dapat
berguna bagi kepentingan umum dalam mengelola lembaga pendidikan untuk mencapai
akhlakul karimah.
E. Definisi
Operasional
Dalam penelitian
ini, definisi operasional yang dapat kami jelaskan dari fenomena adalah segala
sesuatu yang hadir dalam kesadaran manusia dalam melihat, memahami pondok
pesantren Walindo.
Pesantren dalam hal
ini adalah lembaga pendidikan
tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai
pedoman perilaku sehari-hari seperti
halnya di pondok pesantren Walindo.[1]
F.
Kajian
Pustaka
1.
Pengertian Sistem Manajemen Pesantren
Sebelum membahas apa itu manajemen
pesantren maka kita harus tahu dahulu apa itu sistem
manajemen dan apa itu pesantren. Sistem adalah perangkat elemen-elemen
yang saling berhubungan dan manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu management
artinya yang dikembangkan dari kata to manage, yang artinya mengatur atau
mengelola. Kata manage itu sendiri berasal dari Italia Maneggio yang diadopsi dari bahasa latin managiare, yang berasal dari kata manus
yang artinya tangan. Dalam bahasa Arab berasal dari nazhoma atau idarah artinya yang menata beberapa
hal dan mengabungkan beberapa antara satu dengan yang lain.
Ramayulis[2] menyatakan bahwa
pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan)
Sedangkan secara terminologis manajemen menurut yang dikutip oleh Made Pidarta terbagi kepada
manajemen sebagai peranan dan manajemen sebagai tugas, hal ini memberi jalan
untuk membedakan kedua istilah itu. Manajemen sebagai tugas ialah melaksanakan
fungsi-fungsi manajemen sementara itu salah satu manajemen sebagai peranann
disebutkan peranan administrasi eksekutif. Menurut para ahli dikemukakan yang
pertama manajemen adalah mengelola orang-orang, yang kedua adalah pengambilan
keputusan, yang ketiga adalah pengorganisasian dan pemanfaatan sumber-sumber
untuk menyesuaikan tujuan yang telah ditentukan.
Jadi Sistem pondok pesantren adalah sarana
yang bertugas sebagai perangkat organisasi yang diciptakan untuk diciptakan
untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam pondok pesantren.
Dalam manajemen
pondok pesantren Walindo lebih mengedepankan akhlakul karimah, seperti halnya sabda
rosululloh saw.
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق . رواه البيهقي
Artinya : Bahwasanya saya diutus
hanya untuk menyempurnakan akhlak.
Sudah menjadi common
sense bahwa pesantren lekat dengan figur kyai. Kyai dalam pesantren merupakan figure pesantren sentral, otoritatif dan kiai pengasuh pesantren
adalah pimpinan tertinggi sebagai tokoh kunci pesantren[3]. Hal ini erat
kaitanya denggan dua faktor : Pertama, kepemimpinan yang tersentralisasi pada individu yang bersandar pada karisma serta hubungan
yang bersifat patemalistik. Kebanyakan pesantren menganut
pola mono manjemen dan mono administrasi sehingga tidak ada delegasi kewenanggan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi. Kedua, kepemilikan pesantren bersifat
individual atau keluarga bukan komunal. Otoritas individu kyai sebagai pendiri
skaligus pengasuh pesantren sanggat besar dan tidak bisa di ganggu gugat.
Faktor nasab atau keturnan juga kuat sehingga kyai bisa mewariskan kepemimpinan
pesantren kepada anak ( istilahnya putra mahkota) yang di percaya pada komponen
pesantren yang berani memprotes. Sistem seperti ini kerap kali
menggundang sindiran bahwa pesantren seperti kerajaan kecil.
Sejalan dengan penyelenggaraan pendidikan
formal beberapa pesantren menggalami penggembanggan pada aspek manajemen, organisasi, dan atministrasi penggelolan
keuanggan.Perkembanggan ini dimulai dari perubahan gaya
kepemimpinan pesantren dari karismatik kerasionalostik, dari otoriter paternalistic ke diplomatik partisipatif. Sebagai contoh kasus kedudukan dewan kyai di pesantren tebu
ireng menjadi salah satu unit kerja kesatuan administrasi penggelolaan
penyelenggaraan pesantren sehingga pusat kekuasaan sedikit terdistribusi di
kalangan elite pesantren dan tidak terlalu terpusat pada kyai. Seperti yang tertuang
dalam al-Qur’an surat al-An’am ayat 38 :
$tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wur 9ȵ¯»sÛ çÏÜt Ïmøym$oYpg¿2 HwÎ) íNtBé& Nä3ä9$sVøBr& 4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u crç|³øtä ÇÌÑÈ
Artinya : dan Tiadalah
binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun
dalam Al-Kitab[4],
kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
Beberapa pesantren sudah membentuk badan
pengurus harian sebagai lembaga payung yang khusus mengelola dan menangani
kegiatan-kegiatan pesantren misalnya pendidikan formal, diniyah, pengajian
majelis ta’lim, sampai pada masalah penginapan (asrama santri), kerumah tanggaan,
kehumasan. Pada tipe pesantren ini pembagian kerja antar unit sudah perjalan
denggan baik, meskipun tetap saja kyai memiliki pengaruh yang kuat.
Sayangnya perkembangan tersebut tidak
merata di semua pesantren. Secara umum pesantren masih menghadapi kendala
serius menyangkut ketersediaan sumber daya manusia profesional dan penerapan
manajemen yang umumnya masih konvensional, misalnya tiadanya pemisahan yang
jelas antara yayasan, pimpinan madrasah, guru dan staf atministrasi, tidak
adanya transparasi pengelolaan sumber-sumber keuangan belum terdistribusinya
pengelolaan pendidikan, dan banyaknya penyelenggaraan administrasi yang tidak sesuai aturan baku
organisasi. Kyai masih merupakaan figure sentral dan penentu kebijakan pendidikan
pesantren.
Rekuitmen ustadz atau
guru, penggembangan akademik, reward sistem, bobot kerja juga tidak
berdasarkan aturan yang berlaku.penyelenggaraan pendidikan sering kali tanpa
perencanaan. Berapa banyak pesantren yang memiliki rencana induk pengembangan
(RIP), dan statutnya misalnya sebagai pedoman penggelolaan pendidikan.
Kerumitan dan permasalahan
ini menyebapkan antara normativitas dan kondisi opyektif pesantren ada
kesenjangan termasuk dalam penerapan teori manajemen pendidikan. Semata-mata
berpegang pda normativitas dengan mengabaikan kondisi obyektif yang terjadi di
pesantren adalah tindakan kurang bujaksana, kalau tidak dikatakan gagal
memahami pesantren. Akan tetapi membiarkan kondisi itu berjalan terus tanpa ada
pembenahan juga tidak arif. Penerapan manajemen pendidikan tidak hanya di
tetapkan tanpa mempertimbangkan atau mengakomodasi keadan yng riil di
pesantren. Harus ada toleransi dalam menyikapi kesenjangan itu secara wajar
tanpa menggundang konflik.
2. Kombinasi Idealisme dan Profesionalisme Pesantren
Pondok pesantren
seringkali menerapkan pola manajemen yang berorientasi pada penanaman jiwa
ketulusan, keiklasan, kesukarelaan yang biasa di kenal dengan istilah “lillahi ta’ala”. Konsep tersebut menjiwai hamper semua aktifitas pada pondok
pesantren namun konsep tersebut pada masalalu banyak memiliki kelemahan karena
tidak diimbanggi dengan kemampuan manajemen modern tampak kurang beraturan dan
kurang efisien.
Konsep pengembangan manajemen pondok
pesantren harus lebih akomodatif terhadap perubahan yang serba cepat dalam era
global saat ini. Oleh karena itu idealisme”lillahi ta’ala” tersebut harus dilapisi dengan
profesionalisme yang memadai, sehingga dapat menghasilkan kombinasi yang ideal
dan utuh yaitu idealism-profesionalisme. Dengan kombinasi konsep
manajemen yang ideal tersebut diharapkan akan tetap dapat mempertahankan eksistensi
pondok pesantren di satu sisi, serta dapat menigkatkan daya kompetitif
pesantren dalam era global di sisi lainya. Kombinasi tersebut
dapat menghasilkan konsep manajemen pondok pesantren denggan karakteristik baru
yang ideal. Selain
itu juga dapat disebut sebagai Manajemen Berbasis Pondok Pesantren (MBPP). Dengan MPBB baru
tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan karakteristik pondok pesantren yang
efektif.
Karakteristik MBPP baru tersebut dapat
dianalisis dengan pendekatan system yaitu dari segi imput-proses-output. Hal itu didasari atas
pemikiran bahwa pondok pesantren merupakan suatu sistem sehingga menguraikan
karakteristik MBPP juga didasarkan pada proses output yang dapat menunjang
perkembangan pondok pesantren secara keseluruhan. Dimana karakteristik tersebut ditandai dengan adanya pondok
pesantren yang didasarkan pada input maupun ouput yang ada.
a.
Output yang diharapkan
Output pondok pesantren harus memiliki
prestasi pondok pesantren yang dihasilkan oleh proses pendidikan dan
pembelajaran serta manajemen di pondok pesantren.
Output pondok pesantren dikelompokan
menjadi empat macam:
1) Output berupa prestasi pengetahuan akademik keagamaan.
2) Output
berupa prestasi penggetahuan akademik umum.
3)
Output berupa prestasi keterampilan
atau kecakapan hidup.
4)
Output berupa prestasi dalam bidang non
akademik.
b.
Input pondok pesantren
Karakteristik dari
pondok pesantren yang efektif diantaranya adalah memiliki input dengan
karakteristik sebagai berikut.
1)
Adanya kebijakan,
tujuan dan sasaran mutu yang jelas.
2)
Sumber daya tersrdia
dan siap.
3)
Staf yang kopeten,
berdedikasi tinggi dan berakhlakul karimah.
4)
Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
5)
Fokus pada pelanggan khususnya para
santri.
6)
Adanya imput manajemen yang memadai untuk
menjalankan roda pondok pesantren.
3. Pengelolaan Sistem dalam Pendidikan Pesantren
Permasalahan seputar
pengelolaan model pendidikan pondok pesantren dalam hubunganya dengan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human
resource) merupakaan berita aktual dalam arus
perbincanggan kepesantrenan kontemporer karena pesantren dewasa ini dinilai
kurang mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya namun meskipun demikian
setidaknya terdapat dua potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu:
a. Potensi pendidikan.
b. Pengembangan masyarakat.
Terkait dengan sistem pengelolaan pondok pesantren dalam interaksinya dengan
perubahan sosial akibat modernisasi ataupun globalisasi, kalangan internal
pesantren sendiri sudah mulai melakukan pembenahan salah satu bentuknya adalah
pengelolaan pondok pesantren formal sekolahan mulai tingkat SD, sampai
perguruan tinggi, di lingkungan pesantren dengan menawarkan perpaduan kurikulum
keagamaan dan umum serta perangkat keterampilan yang dirancang secara systematic dan itegralistik.
Tawaran berbagai pendidikan mulai dari SD unggulan, Madrsah Aliyah Program
Khusus (MAPK), SMP, dan SMA plus yang dikembangkan pesantren pun cukup
kompetitif dalam menarik minat masyarakat. Sebab ada semacam jaminan keunggulan
out put yang siap bersaing dalam kehidupan sosial. Dan pesantren dengan segala
keunikan yang dimilikinya masih sangat diharapkan menjadi penopong
berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia yang ditandai banyak sekarang
pesantren yang ada pendidikannya berupa formal dan tentunya non formal juga.
Ada pula sebagian pesantren yang memperbaharui
sistem pendidikanya dengan menciptakan model pendidikan modern yang tidak lain
terpaku pada sistem pengajaran klasik (wetonan,bandongan) dan materi
kitab-kitab kuning. Tetapi semua sistem pendidikan mulai dari teknik
pengajaran, materi pelajaran, sarana dan prasarananya didesain berdasarkan
sistem pendidikan modern. Modifikasi pendidikan pesantren semacam ini telah di
eksperimentasikan oleh beberapa pondok pesantren seperti Pondok queen Ploso
Kediri, Al-mahrusiyah Lirboyo Kediri, Al-Amien Ngasinan Rejomulyo Kediri,
pesantren Darun Najah (Jakarta), dan pesantren al-Amin (Madura).
Sementara itu tidak semua pesantren
melakukan pengembangan sistem pendidikannya dengan cara memperluas cangkupan
wilayah garapan, masih banyak pesantren yang masih mempertahankan sistem
pendidikan tradisional dan konvensional denggan membatasi diri pada
pengajaran kitab-kitab klasik dan pembinaan moral keagamaan semata.
Pesantren model pure klasik atau salafi ini memang unggul dalam melahirkan santri yang memiliki kesalehan,
kemandirian, dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu ke-Islaman. Kelemahanya, out put pendidikan pure salaf kurang kompetitif dalam
percaturan persaingan kehidupan modern. Padahal tuntutan kehidupan global
menghendaki kualitas sumberdaya manusia terdidik dan keahlian di dalam
bidangnya. Realitas out put pesantren yang memiliki sumber daya manusia kurang
kompetotif inilah yang kerap menjadikannya termaginalisasi dan kalah bersaing dengan out
put pendidikan formal baik agama maupun umum.
Salah satu bagian terpenting dalam manajemen
pesantren adalah berkaitan denggan pengelolaan keuanggan pesantren. Dalam
pengelolaan keuangan akan menimbulkan permasalahan yang serius apabila
pengelolaanya tidak baik. Pengelolaan keuangan pesantren yang baik sebenarnya
merupakan upaya melindungi personil pengelolaan pesantren (kyai, pengasuh,
ustadz, atau pengelola pesantren lainya) dari pandangan yang kurang baik dari
luar pesantren. Selama ini banyak pesantren yang tidak memisahkan antara harta
kekayaan pesantren denggan harta milik individu, walaupun disadari bahwa
pembiayaan pesantren justru lebih banyak bersumber dari kekayaan individu.
Namun dalam rangka pelaksanaan manajemen yang baik sebaiknya diadakan pemilahan
antara harta kekayaaan pesantren dengan harta milik individu, agar kelemahan dan
kekurangan pesantren dapat diketahui secara transparan oleh pihak-pihak lain,
termasuk orang tua santri.
Pengertian pengelolaan keuangan sendiri
adalah pengurusan dan pertanggung jawaban suatu lembaga terhadap penyandang
dana baik individual maupun lembaga. Dalam penyusunan anggaran memuat pembagian
penerimaan dan pengeluaran anggaran rutin dan anggaran pembanggunan serta
anggaran incidental jika perlu.
Prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan
sebagai berikut:
a. Hemat tidak mewah, efisien, dan sesuai denggan kebutuhan
b. Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana dan program
c. Terbuka dan transparan
d. Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/hasil produksi dalam negeri sejauh
hal ini di mungkinkan
Pesantren perlu
dibentuk organisasi orang tua santri dengan membentuk komite pesantren yang
dapat memberikan pertimbanggan dan membantu menggontrol kebijakan program
pesantren termasuk penggaliaan dan penggunaan keuanggan pesantren.
Selanjutnya pihak
pesantren bersama komite pesantren pada setiap tahun anggaran perlu bersama-sama
merumuskan rencana anggaran pendapatan dan belanja pesantren (RAPBP) sebagai
acuan bagi penggelola pesantren melaksanakan menejemen keuanggan yang baik
hal-hal yang perlu di muat dalam RAPBP antara lain:
a.
Rencana sumber pendapatan dalam satu tahun
yang bersangkutan, meliputi:
1)
Konstribusi santri.
2)
Sumbanggan dari individu dan organisasi.
3)
Sumbanggan dari pemerintah bila ada.
4)
Dari hasil usaha.
b.
Rencana dalam satu tahun yang bersangkutan
Semua penggunaan uang pesantren dalam satu
tahun anggaran perlu di rencanakan dengan baik agar kehidupan pesantren dapat
berjalan dengan baik. Penggunaan uang pesantren tersebut menyangkut seluruh
pengeluaran yang berkaitan denggan kebutuhan penggelolaan pesantren, temasuk
dana operasional harian, penggembangan sarana dan prasarana pesantren, infaq
semua petugas pesantren, dana kerja sama, dan bahkan dana praktis lain-lainya
perlu di rencanakan denggan baik.
Berkaitan denggan penggelolaan keuanggan
ada hal-hal yang perlu di perhatikan oleh bendaharawan pesantren diantaranya:
a.
Pada setiap akhir tahun anggaran
bendaharawan harus membuat laporan keunggan kepada komite pesantren untuk di
cocokan dengan RAPBP.
b.
Laporan keuanggan harus di lampiri
bukti-bukti penggeluaran yang ada, termasuk bukti penyetoran pajak (PPN dan
PPh) bila ada.
c.
Kwitansi atau bukti-bukti pembelian atau
bukti penerimaan honorarium atau bantuan atau bukti pengeluaran yang lain yang
sah.
d.
Neraca keuangan juga harus di tunjukan
untuk di periksa oleh tim bertanggung jawaban keuanggan dari komite pesantren
Selain buku neraca keuanggan yang erat
hubunganya dengan pengelolaan keuangan ada juga beberapa buku lain yang juga
penting bagi bendaharawan pesantren:
a.
Buku kas umum
b.
Buku persekot atau uang muka
c.
Daftar potongan-potongan
d.
Daftar gaji
e.
Buku tabungan
f.
Buku
iuran
g.
Buku catatan lain yang tidak termasuk
diatas, seperti catatan pengeluaran incidental.
Pesantren sebagai lembaga yang semestinya
menjaga akuntabilitas publik selayaknya jika mulai memperbaiki manajemen atau
pengelolaan keuangan secara baik dan bertanggung jawab.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Pendekatan
penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Menyusun data yang ada
relevansinya dengan permasalahan di atas.
b. Mendeskrisikan
sejarah dan manajemen pondok pesantren Walindo Kabupaten Pekalongan.
b. Jenis Penelitian
Bertitik tolak dari
pemikiran dan permasalahan di atas, karena data yang dikumpulkan lebih
banyak bersifat kualitatif, maka metode
penelitian yang dipilih adalah metode penelitian kualitatif, yakni strategi dan
teknik penelitian yang digunakan untuk memahami masyarakat, masalah atau gejala
dalam masyarakat dengan mengumpulkan sebanyak mungkin fakta mendalam, data
disajikan dalam bentuk verbal, bukan dalam bentuk angka. Metode penelitian
kualitatif ini dibedakan dengan metode penelitian kuantitatif dalam arti metode
penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis,
prinsip angka atau metode statistik.
Dari jenisnya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai
penelitian kasus, yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan
mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu yang dalam
hal ini adalah pondok pesantren Walindo Kabupaten Pekalongan.
2. Lokasi dan Waktu
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Walindo yang beralamat di desa Boyo teluk kabupaten Pekalongan.
- Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti di Pondok Pesantren Walindo yang beralamat
di desa Boyo teluk kabupaten
Pekalongan sangat diperlukan untuk
mengetahui fakta yang terdapat dalam aktifitas Pondok Pesantren Walindo yang beralamat di desa Booyoteluk kabupaten Pekalongan.
4. Sumber Data
a. Metode Pengumpulan Data
Peneliti
dalam penelitian yang berjudul “ Fenomena Pondok Pesantren Walindo Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah ” berupaya mengumpulkan data, dengan
metode pengumpulan data sebagai berikut :
1) Observasi.
Menurut Riyanto (2001: 96) observasi merupakan metode
pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek penelitian.
Observasi dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal
ini, penulis mengamati secara langsung aktivitas santri putra dan putri pondok
pesantren Walindo Kabupaten Pekalongan serta pendidik, pengurus dan pengasuh
pondok dalam proses kegiatan belajar mengajar serta mengobservasi lingkungan
sekitar yang mendukung atau yang tidak mendukung. Dengan metode observasi ini
akan diketahui kondisi riil yang terjadi di lapangan dan dengan menggunakan
metode observasi ini diharapkan mampu menangkap gejala terhadap suatu kenyataan
(fenomena) sebanyak mungkin mengenai apa yang akan diteliti.
Adapun data yang diperoleh melalui observasi adalah tentang
bagaimana sejarah berdirinya pondok dan manajemen yang ada dalam pondok.
2) Wawancara.
Supaya lebih mengenal serta tahu lebih mendalam guna
memenuhi data, penulis melakukan wawancara, yakni melakukan interview selama
observasi kepada orang-orang yang bersangkutan dengan berstuktur dan tidak berstruktur.
Dalam hal ini penulis berwawancara dengan pengasuh pondok, pengurus, pengajar,
para santri dan orang-orang yang terkait di dalamnya.
Adapun hal–hal yang diajukan dalam wawancara tersebut
adalah hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan aktifitas yang ada dalam
pondok.
3) Dokumentasi.
Yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan sebagainya . Dalam hal ini
penulis mengumpulkan data tentang kondisi secara umum dan kegiatan tentang pondok pesantren Walindo
Kabupaten Pekalongan
b. Teknik Analisis Data.
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode
deskriptif analisis karena berupaya mengungkapkan data-data atau gejala-gejala
yang berkaitan dengan sejarah dan manajemen pondok pesantren Walindo kabupaten
Pekalongan.
Analisis data kualitatif menurut Miles dan Hubermen
dilakukan secara interaktif melalui proses reduction, data display, dan verification
. Menurut
Miles dan Hubermen dalam Harun Rasyid, langkah-langkah yang dimaksud sebagai
berikut:
1) Reduksi data.
Miles dan Hubermen mengemukakan bahwa reduksi data
diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Mereduksi data bisa berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Setelah
data penelitian yang diperoleh di lapangan terkumpul, proses reduksi data terus
dilakukan dengan cara memisahkan catatan antara data yang sesuai dengan data
yang tidak, berarti data itu dipilih-pilih.
Data yang sudah dipilih adalah data dari hasil pengumpulan
data lewat metode observasi, metode wawancara dan metode dokumenter. Seperti
data hasil observasi mulai pengelolaan asrama santri. Semua data itu dipilih
sesuai dengan permasalahan dalam
penelitian. Data hasil wawancara di lapangan juga dipilih mana data yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian seperti wawancara mengenai sejarah
berdirinya pondok. Semua data wawancara itu dipilih yang sangat mendekati
dengan permasalahan penelitian.
2) Display data.
Menurut Miles dan Huberman dalam Imam Suparyogo dan Tobroni
mengemukakan bahwa yang dimaksud penyajian data adalah menyajikan sekumpulan
informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Peneliti melakukan display data dalam
penelitian ini dengan penyajian data melalui ringkasan-ringkasan penting dari
data yang telah direduksi. Data yang terpilih kemudian disajikan oleh peneliti.
Data dalam penelitian ini adalah seajarah dan manajemen
pondok pesantren Walindo kabupaten Pekalongan, yang meliputi manajemen keuangan
dan pendidikan yang ada dalam pondok.
3) Verifikasi
data dan
penarikan kesimpulan.
Menurut Miles dan Huberman dalam Harun
Rasyid (2000: 71) mengungkapkan bahwa verifikasi data dan penarikan
kesimpulan yaitu upaya untuk mengartikan data yang ditampilkan dengan
melibatkan pemahaman peneliti. Kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Data yang didapat merupakan kesimpulan
dari berbagai proses dalam penelitian kualitatif, seperti pengumpulan data yang
kemudian dipilih data yang sesuai, kemudian disajikan yang dilanjutkan dengan
memberikan kesimpulan sehingga dihasilkan suatu penemuan baru dalam penelitian
yakni berupa deskripsi atau gambaran tentang sejarah berdirinya pondok dan
manajemen yang ada di dalamnya, yang sebelumnya masih kurang jelas
tergambarkan.
H. Sistematika
penulisan
Sistematika penulisan dalam
penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Bab pertama, Pendahuluan. Pada
bagian ini dibahas tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, kajian
pustaka, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
Bab kedua, berisi tentang Sejarah dan
manajemen pondok pesantren Walindo.
Bab ketiga, menguraikan penelitian tentang
Jenis penelitian, lokasi dan waktupenelitian, sumber data, metode pengumpulan
dan analisis data.
keempat,
berisi hasil penelitian dan pembahasan, yang meliputi sejarah dan
manajemen pondok pesantren Walindo.
Bab kelima, penutup. Pada bab ini berisi
kesimpulan yang merupakan jawaban dari keseluruhan hasil penelitian. Bab ini
diakhiri dengan saran-saran dan penutup.
DAFTAR PUSTAKA
-----------------, 1992, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Semarang:
Asy-Syifa'.
-------------, Panduan Penulisan dan
Tata Cara Penyelenggaraan Ujian Proposal Tesis dan Tesis. Kediri:, 2014.
Abdullah,
Yatimin, 2006, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah.
Ali Anwar., Pembaruan Pendidikan
di Pesantren Lirboyo Kediri, Kediri : IAIT Press, 2008.
Arief,
Armai, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta :
Ciputat Press.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
AW. Widjaya, Perencanaan sebagai Fungsi
Manajemmen, Jakarta PT Bina Aksara,: 1987
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2006.
Dhofier, Zamakhsyari, 1982, Tradisi
Pesantren, Jakarta: LP3ES.
Djumransjah Indar, Perencanaan
Pendidikan (Strategi dan Implementasinya), Surabaya, Karya Abditama,: 1995.
Hadari Nawawi,
Administrasi Pendidikan, Surabaya, CV. Haji Mas Agung,: 1997
Hadari Nawawi, Administrasi
Pendidikan, Jakarta, PT
Gunung Agung,: 1983
Imam Suprayogo, Revormulasi
Visi Pendidikan Islam, STAIN Press, 1994.
Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur
Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur'an, Jakarta, Pustaka al-Husna,:
1983.
Jawahir Thantowi,
UnsurManajemen menurut Ajaran Al-Qur’an , Jakarta ,Al-Husna,: 1983.
Jeanne H. Ballantine, Sociology
of educational, Wrigh State University Prentice Hall Englewood Cleff Nj,
Made Sidarta, Manajemen
Pendidikan Indonesia, Jakarta ,PT. Bina Aksara,:1999.
Malik Fadjar, A, 1999, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Fajar
Dunia
Mastuhu,
Dinamika sistem pendidikan pesantren, suatu kajian tentang unsur dan nilai
sistem pendidikan pesantren,
Jakarta,: INIS, 1994, hal. 55.
Madjid, Nurcholis, 1997, Bilik-bilik
Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Penerbit Paramadina.
Maksum,1999, Madrasah; Sejarah dan
Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Malayu Sibuan, Manajemen Dasar
Pengertian dan Masalah, Jakarta ,CV. Haji Mas Gus,: 1989
Masyhud, Sulthon, dkk., 2003, Manajemen Pondok
Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka dan Depag RI.
M. Bukhari, DKK,
Azas-Azas Manajemen, Yogyakarta , Aditya Media,: 2005
Piet A. Sahertian, Dimensi
Administrasi Pendidikan , Surabaya, Usaha Nasional,:
1994.
Sulthon, Khusnuridlo, Moh., Manajemen
Pondok Pesantren dalam Perspektif Global, Yogyakarta: LaksBang, 2006.
Sulstyorini., Manajemen Pendidikan
Islam , Surabaya : Lembaga Kajian Agama dan Filsafat (eLKAF), 2006
Sondang P. Siagian, Sistem
Informasi untuk Mengambil Keputusan, Jakarta, Gunung Agung,: 1997.
ST Vembriarto, Pengantar
Perencanaan Pendidikan (Educational Planning), Yogyakarta ,Andi Offset, : 1988
Yasmadi.,Modernisas
Pesantren,Kritikan Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional,Jakarta
: Ciputat Press, 2012
[1] Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan pesantren, suatu kajian
tentang unsur dan nilai sistem pendidikan pesantren, Jakarta,: INIS, 1994, hal. 55.
[3] Ibid, hlm. 145
[4] Sebahagian
mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa
nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan
ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu
telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan
pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan
makhluk pada umumnya.